Sabtu, 05 Juli 2014

Wujudkan Pendidikan Inklusif, Solusi Wujudkan Mimpi

Posted on  by Deny Rizky Kurniawan

Image
“ Hari ini saya terbangun dengan wajah yang cerah ceria, karena semalam saya bermimpi menjadi seorang pengusaha sukses. Selain itu, senangnya lagi dalam mimpi tersebut saya datang ke sebuah seminar untuk membagikan cerita sukses saya dan motivasi kepada mahasiswa Unesa, tempat dimana sekarang saya berkuliah. Tapi itu hanyalah sebuah mimpi, apabila saya tidak segera bangun dan berusaha mewujudkannya. Akan tetapi muncul pertanyaan di benak saya, Bagaimana dengan orang yang memiliki keterbatasan melihat seperti orang buta contohnya. Apakah mereka juga dapat bermimpi seperti saya? Bukankah hanya kegelapan yang dapat mereka lihat? ”
 Dari cuplikan pergolakan dalam pikiran saya tadi, saya mulai berpikir bahwa sejatinya semua orang tanpa terkecuali berhak untuk memiliki mimpi. Mimpi disini merupakan suatu harapan seseorang untuk diraihnya dengan melakukan suatu usaha tertentu. Menurut saya pribadi, usaha yang paling tepat untuk meraih mimpi adalah melalui pendidikan. Lalu apakah pendidikan di Indonesia saat ini sudah benar-benar memfasilitasi semua orang untuk meraih mimpinya? Kenyataannya, harapan dari Pasal 28 c UUD 1945 tersebut ternyata belum bisa terlaksana secara optimal. Perubahan kurikulum, kekerasan, serta perdebatan ini itu lebih sering menghiasi pendidikan di Indonesia. Biaya sekolah yang katanya gratis, ternyata juga tidak sepenuhnya gratis sehingga masih banyak anak-anak Indonesia yang tidak mampu untuk melanjutkan sekolahnya. Apalagi ketika menengok pada anak-anak disabilitas, banyak sekali dari mereka yang tidak sekolah. Meskipun ada beberapa yang sekolahpun, terkadang juga mendapat perlakuan yang berbeda dari orang-orang di lingkungan sekolahnya.
 Berbicara mengenai anak-anak yang memiliki disabilitas, dalam Pasal 6 UU No. 4 tahun 1997 dinyatakan bahwa, setiap penyandang cacat berhak memperoleh pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Kemudian dalam Dalam Pasal 5 ayat 2 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang Sisdiknas) telah dinyatakan juga bahwa Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus sendiri merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (berkebutuhan khusus).
 Untuk merealisasikan pendidikan inklusif, Menteri Pendidikan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan No. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Pendidikan inklusif sendiri merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Jadi teknis pelaksanaannya, pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit 1 (satu) sekolah dasar, dan 1 (satu) sekolah menengah pertama dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah pada setiap kecamatan untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif yang wajib menerima peserta didik berkebutuhan khusus.
 Tidak sebatas itu, pada tahun 2011, Indonesia juga mengeluarkan UU No. 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas). Dengan adanya pengesahan konvensi tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia benar-benar menghargai dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, yaitu hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng sehingga itu harus dilindungi, dihormati, dan dipertahankan. Sehingga harapannya, peserta didik berkebutuhan khusus sebagai bagian dari peserta didik umumnya, memiliki kesempatan yang sama dalam pendidikan dan berhak untuk mengikuti kegiatan belajar di semua satuan dan jenjang persekolahan. Tempat bersekolah mereka tidak hanya di sekolah khusus, tetapi juga di sekolah umum terutama yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
 Sedikit berbagi cerita, dulu ketika ketika saya masih kelas X SMA, tepatnya di SMAN 2 Lamongan. Di sekolah saya ditunjuk sebagai sekolah yang menerima anak berkebutuhan khusus, kebetulan kelas saya yang dipilih yaitu kelas X.9. Saat itu ada 2 siswa yang bersekolah, yang pertama namanya Indah, anaknya baik, ramah, dan percaya diri meski salah satu tangannya kurang sempurna, sehingga Indah sedikit kesulitan ketika menulis. Sedangkan satunya lagi namanya Ali, sedikit pendiam dan Ali menggunakan kursi roda ke sekolah. Indah merupakan teman yang enak diajak bicara dan pandai menyesuaikan diri. Sungguh beruntung Indah diberi kemampuan oleh Sang Pencipta untuk bersenandung membaca puisi sehingga dapat mengantarkannya menjadi siswa berprestasi. Seingat saya ketika naik kelas XI, Indah pindah sekolah ke luar kota. Tetapi menurut informasi yang saya dengar, Indah bisa lulus dari SMA barunya dengan hasil yang cukup bagus. Berbeda dengan Ali, Ali tampaknya merasa canggung ketika di kelas, terutama saat jam olahraga di lapangan. Seingat saya, Ali hanya bertahan 3 bulan dan selanjutnya tidak melanjutkan sekolah. Ketika dicari di rumahnya, kata guru saya, Ali tidak mau terus-terusan menyusahkan teman-temannya. Jujur saja, ketika pertama kali ada teman-teman yang berkebutuhan khusus, saya sedikit canggung untuk membaur karena saya takut menyinggung mereka ketika berbicara atau bertingkah laku. Akan tetapi lama-kelamaan terasa nyaman dan makin mengingatkan saya bahwa perbedaan itu indah serta meningkatkan rasa syukur saya kepada Sang Pencipta akan segala karunia-Nya.
Pada dasarnya, pendidikan inklusif merupakan suatu pandangan dalam dunia pendidikan yang mengharapkan penghapusan terhadap diskriminatif, menghargai perbedaan, serta menjunjung tinggi bhineka tunggal ika di Indonesia. Pelaksanaan pendidikan inklusif ini membutuhkan kerjasama yang baik dari semua pihak yang bersangkutan. Guru, keluarga, teman, serta orang-orang disekitar peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan semangat Hari Guru Nasional (25 Nopember) kali ini, ada baiknya kita dan seluruh lapisan masyarakat membantu kinerja guru untuk mewujudkan pendidikan, terutama pendidikan inklusif yang berkualitas.

Ayo Bersama-Sama Merealisasikan Pendidikan Inklusif Agar Semakin Banyak Mimpi-Mimpi Yang Bermetamorfosis Menjadi Kenyataan…

Tidak ada komentar: