Pasal 41
(1) Masyarakat dapat berperan serta
membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk :
a. hak mencari, memperoleh, dan
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;
b. hak untuk memperoleh pelayanan
dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi
tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana
korupsi;
15
c. hak menyampaikan saran dan pendapat
secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak
pidana korupsi;
d. hak untuk memperoleh jawaban atas
pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;
e. hak untuk memperoleh perlindungan
hukum dalam hal :
1) melaksanakan haknya sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, b, dan c;
2) diminta hadir dalam proses
penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan
sebagai saksi pelapor, saksi, atau
saksi ahli, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) mempunyai hak dan tanggung
jawab dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
(4) Hak dan tanggung jawab sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3)
dilaksanakan dengan berpegang teguh
pada asas-asas atau ketentuan yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan dengan menaati norma
agama dan norma sosial lainnya.
(5) Ketentuan mengenai tata cara
pelaksanaan peran serta masyarakat dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal ini, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 42
(1) Pemerintah memberikan penghargaan
kepada anggota masyarakat yang telah berjasa
membantu upaya pencegahan,
pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana
korupsi.
(2) Ketentuan mengenai penghargaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN,
10
DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Pasal 25
Penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak
pidana korupsi harus didahulukan dari
perkara lain guna penyelesaian secepatnya.
Pasal 26
Penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana
korupsi, dilakukan berdasarkan hukum
acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain
dalam Undang-undang ini.
Pasal 27
Dalam hal ditemukan tindak pidana
korupsi yang sulit pembuktiannya, maka dapat
dibentuk tim gabungan di bawah
koordinasi Jaksa Agung.
Pasal 28
Untuk kepentingan penyidikan,
tersangka wajib memberikan keterangan tentang seluruh
harta bendanya dan harta benda istri
atau suami, anak, dan harta benda setiap orang
atau korporasi yang diketahui dan atau
yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak
pidana korupsi yang dilakukan
tersangka.
Pasal 29
(1) Untuk kepentingan penyidikan,
penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan,
penyidik, penuntut umum, atau hakim
berwenang meminta keterangan kepada bank
tentang keadaan keuangan tersangka
atau terdakwa.
(2) Permintaan keterangan kepada bank
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan
kepada Gubernur Bank Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
11
(3) Gubernur Bank Indonesia
berkewajiban untuk memenuhi permintaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, terhitung
sejak dokumen permintaan diterima
secara lengkap.
(4) Penyidik, penuntut umum, atau
hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir
rekening simpanan milik tersangka atau
terdakwa yang diduga hasil dari korupsi.
(5) Dalam hal hasil pemeriksaan
terhadap tersangka atau terdakwa tidak diperoleh bukti
yang cukup, atas permintaan penyidik,
penuntut umum, atau hakim, bank pada hari itu
juga mencabut pemblokiran.
Pasal 30
Penyidik berhak membuka, memeriksa,
dan menyita surat dan kiriman melalui pos,
telekomunikasi atau alat lainnya yang
dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara
tindak pidana korupsi yang sedang
diperiksa.
Pasal 31
(1) Dalam penyidikan dan pemeriksaan
di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang
bersangkutan dengan tindak pidana
korupsi dilarang menyebut nama atau alamat
pelapor, atau hal-hal lain yang
memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas
pelapor.
(2) Sebelum pemeriksaan dilakukan,
larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberitahukan kepada saksi dan orang
lain tersebut.
Pasal 32
(1) Dalam hal penyidik menemukan dan
berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak
pidana korupsi tidak terdapat cukup
bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian
keuangan negara, maka penyidik segera
menyerahkan berkas perkara hasil
penyidikan tersebut kepada Jaksa
Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata
atau diserahkan kepada instansi yang
dirugikan untuk mengajukan gugatan.
(2) Putusan bebas dalam perkara tindak
pidana korupsi tidak menghapuskan hak untuk
menuntut kerugian terhadap keuangan
negara.
12
Pasal 33
Dalam hak tersangka meninggal dunia
pada saat dilakukan penyidikan, sedangkan secara
nyata telah ada kerugian keuangan
negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas
perkara hasil penyidikan tersebut
kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan
kepada instansi yang dirugikan untuk
dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.
Pasal 34
Dalam hal terdakwa meninggal dunia
pada saat dilakukan pemeriksaan di sidang
pengadilan, sedangkan secara nyata
telah ada kerugian keuangan negara, maka penuntut
umum segera menyerahkan salinan berkas
berita acara sidang tersebut kepada Jaksa
Pengacara Negara atau diserahkan
kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan
gugatan perdata terhadap ahli
warisnya.
Pasal 35
(1) Setiap orang wajib memberi
keterangan sebagai saksi atau ahli, kecuali ayah, ibu,
kakek, nenek, saudara kandung, istri
atau suami, anak, dan cucu dari terdakwa.
(2) Orang yang dibebaskan sebagai
saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
diperiksa sebagai saksi apabila mereka
menghendaki dan disetujui secara tegas oleh
terdakwa.
(3) Tanpa persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), mereka dapat memberikan
keterangan sebagai saksi tanpa
disumpah.
Pasal 36
Kewajiban memberikan kesaksian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 berlaku juga
terhadap mereka yang menurut
pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatannya
diwajibkan menyimpan rahasia, kecuali
petugas agama yang menurut keyakinannya harus
menyimpan rahasia.
Pasal 37
13
(1) Terdakwa mempunyai hak untuk
membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak
pidana korupsi.
(2) Dalam hal terdakwa dapat
membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana
korupsi, maka keterangan tersebut
dipergunakan sebagai hal yang menguntungkan
baginya.
(3) Terdakwa wajib memberikan
keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta
benda istri atau suami, anak, dan
harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga
mempunyai hubungan dengan perkara yang
bersangkutan.
(4) Dalam hal terdakwa tidak dapat
membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang
dengan penghasilannya atau sumber
penambah kekayaannya, maka keterangan
tersebut dapat digunakan untuk
memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa
terdakwa telah melakukan tindak pidana
korupsi.
(5) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4), penuntut umum tetap berkewajiban
untuk membuktikan dakwaannya.
Pasal 38
(1) Dalam hal terdakwa telah dipanggil
secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan
tanpa alasan yang sah, maka perkara
dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya.
(2) Dalam hal terdakwa hadir pada
sidang berikutnya sebelum putusan dijatuhkan, maka
terdakwa wajib diperiksa, dan segala
keterangan saksi dan surat-surat yang dibacakan
dalam sidang sebelumnya dianggap
sebagai diucapkan dalam sidang yang sekarang.
(3) Putusan yang dijatuhkan tanpa
kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut umum
pada papan pengumuman pengadilan,
kantor Pemerintah Daerah, atau diberitahukan
kepada kuasanya.
(4) Terdakwa atau kuasanya dapat
mengajukan banding atas putusan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
(5) Dalam hal terdakwa meninggal dunia
sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti
yang cukup kuat bahwa yang
bersangkutan telah melakukan tindak pidana korupsi,
maka hakim atas tuntutan penuntut umum
menetapkan perampasan barang-barang
yang telah disita.
(6) Penetapan perampasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) tidak dapat
dimohonkan upaya banding.
14
(7) Setiap orang yang berkepentingan
dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan
yang telah menjatuhkan penetapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3).
Pasal 39
Jaksa Agung mengkoordinasikan dan
mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan tindak pidana korupsi yang
dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk
pada Peradilan Umum dan Peradilan
Militer.
Pasal 40
Dalam hal terdapat cukup alasan untuk
mengajukan perkara korupsi di lingkungan
Peradilan Militer, maka ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1) huruf
g Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997
tentang Peradilan Militer tidak dapat
diberlakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar