JAYAPURA [PAPOS] - Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua (PGGB) tegas menentang dan menolak pernyataan Ketua DPRP Deert Tabuni yang mengijinkan Kapolda Papua dan Pangdam XVII/Cenderwasih menegakkan hokum sesuai visi dan misinya di Kabupaten Puncak Jaya.
“Menurut saya, pernyataan Deert Tabuni tidak bertanggungjawab sebagai seorang wakil rakyat. Sebagai wakil rakyat sudah mempunyai tanggungjawab untuk melindungi rakyat dengan menggunakan kekuatan politik dan alat kelengkapan dewan dengan membentuk TIM khusus untuk ke Puncak Jaya melihat rakyat dan mengadakan pendekatan dengan pemerintah daerah bukan dia membuat komentar yang konyol dan tidak cerdas,” kata Ketua PGGB di Tanah Papua, Socratez Sofyan Yoman dalam release yang diterima media ini, Rabu (12/2).
Menurutnyam Ketua DPRP tidak menyadari bahwa dia mempunyai legitimasi politik dan harus memanggil Kapolda dan Pangdam dan mempertanyakan mengapa kekerasan di Puncak Jaya sejak tahun 2004 tidak pernah berhenti.
Ia menilai hal itu wajar karena Ketua DPRP mempunyai keterbatasan kemampuan kritis sehingga membuat pernyataan tanpa mempertimbangkan resiko-resiko yang lebih luas, yaitu keselamatan rakyat, keamanan daerah, kepentingan nasional dan perhatian dunia internasional.
Padahal, masalah Puncak Jaya lebih khusus dan masalah Papua pada umumnya sudah menjadi perhatian komunitas internasional. Perhatian itu bukan saja dari LSM, akademisi, politisi, Gereja, tapi dari lembaga dunia seperti PBB dan juga Pemerintah resmi. “Ketua DPRP, kalau tidak mampu jangan berteriak-teriak sendiri, tapi undang anggota DPRP dan bicarakan solusinya. Deerd Tabuni bukan pemimpin tunggal di DPRP, ada anggota lain yang mempunyai kapasitas kemampuan intelektual yang baik untuk melihat masalah-masalah Papua,” kata Socratez.
Ia mengingatkan, konflik kekerasan Puncak Jaya itu bukan baru terjadi, tapi sudah sejak 2004, di mana waktu itu Pendeta Elisa Tabuni dibunuh oleh anggota Kopassus pada 16 Agustus 2004. Sejak itu konflik terus terpelihara dan tidak pernah berhenti.
“Jadi, pertanyaan saya adalah siapa sebenarnya yang menciptakan konflik di Puncak Jaya? Apakah benar OPM yang merampas senjata? Siapa yang memberikan senjata dan amunisi kepada OPM di Puncak Jaya? Siapa yang pelihara OPM? Apakah ada orang yang bersandiwara di Puncak Jaya? Siapa yang mendapat keuntungan secara financial di Puncak jaya dengan alasan pengendalian keamanan?” tanyanya.
Menurut pendapatnya, konflik di Puncak Jaya ada beberapa motivasi. Pertama, motivasi politik Papua Merdeka. Perjuangan dengan tujuan Papua merdeka itu tidak bisa kita ragukan. Karena itu perjuangan sejak 50 tahun lalu sampai hari ini. Perjuangannya sudah memulai dibicarakan diberbagai level nasional, regional dan internasional.
Kedua, motivasi ekonomi. Untuk motivasi ekonomi, ada kelompok yang menjadi pendukung dengan merekrut, membina dan membiaya serta melengkapi penduduk lokal dengan senjata dan amunsi. Dalam ini kami sedang mempersiapkan laporan-laporan untuk dibuka secara terbuka kepada publik bahwa siapa yang ikut mennciptakan konflik dan mempertahankan kekekeran di Puncak Jaya.
Ketiga, motivasi politik lokal dan nasional. Ada yang menciptakan konflik dengan tujuan supaya dalam pemilihan anggota DPRP, Anggota DPR RI rakyat Puncak Jaya tidak terlibat langsung memilih wakil-wakilnya. Rakyat Puncak Jaya dibuat ketakutan dan suara mereka dimanipulasi oleh penguasa, baik itu bupati, Ketua DPRD, Kapolres di Puncak Jaya mereka bekerja sama dengan KPU Kabupaten dan Provinsi untuk meloloskan orang-orang mereka yang sebenarnya tidak ada basis rakyat di Puncak Jaya.
Keempat, motivasi penambahan pasukan dan membangun infrastruktur militer dan kepolisian. Kalau tidak ada konflik tidak ada alasan untuk aparat keamanan membangun basis-basis keamanan di tengah-tengah penduduk sipil. Karena biasanya, aparat keamanan itu harus ada di wilayah-wilayah perbatasan Negara Tetangga bukan di tengah-tengah pemukiman rakyat sipil.
Kelima, konflik itu sengaja dipelihara oleh Negara dan aparat keamanan untuk mengkriminalkan perjuangan damai rakyat Papua untuk Penentuan Nasib Sendiri selama 50 tahun sejak 1961 sampai saat ini. Walaupun demikian, alasan ini sudah tidak relevan dan terlambat, karena Perjuangan Papua Merdeka tidak rahasia umum di tingkat nasional dan internasional, yaitu perjuangan rakyat dan bangsa Papua adalah murni motivasi politik, hak asasi manusia dan melawan ketidakadilan, kejahatan terhadapan kemanusiaan yang dilakukan oleh Negara selama ini.
“Saya meminta supaya konflik kekerasan dan kejahatan kemanusiaan di Puncak Jaya harus dihentikan. Saudara Ketua DPRP Deert Tabuni diharapkan tidak membuat pernyataan yang tidak bertanggungjawab. Saudara diberikan dukungan rakyat untuk melindungi dan menjaga rakyat Papua bukan membuat komentar yang membahayakan dan mengancam kenyamanan dan keselamatan rakyat Papua pada umumnya dan Puncak Jaya lebih khusus,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar