LANDASAN HUKUM KONPAK PAPUA
Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia
Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur,
sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera tersebut,
perlu secara terus menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pada umumnya serta tindak pidana korupsi pada khususnya.
Di tengah upaya pembangunan nasional di berbagai
bidang, aspirasi masyarakat untuk memberantas korupsi dan bentuk penyimpangan
lainnya semakin maningkat, karena dalam kenyataan adanya pratek korupsi telah
menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat
berdampak pada timbulnya krisis di berbagai bidang. Untuk itu, upaya pencegahan
dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan
tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat.
Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh
kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak
dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak
dan kewajiban yang timbul karena :
(a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban pejabat lembaga
Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
(b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan,
badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara. Sedangkan
yang dimaksud dengan Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha
masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di
tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran,
dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.
Agar dapat menjangkau berbagai modus operandi
penyimpangan keuangan negara atau perekonomian negara yang semakin canggih dan
rumit, maka tindak pidana yang diatur dalam Undang-undang ini dirumuskan
sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi secara “melawan hukum” dalam pengertian
formil dan materiil. Dengan perumusan tersebut, pengertian melawan hukum dalam
tindak pidana korupsi dapat pula mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut
perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana. Dalam Undang-undang
ini, tindak pidana korupsi dirumuskan secara tegas sebagai tindak pidana
formil. Hal ini sangat penting untuk pembuktian. Dengan rumusan secara formil
yang dianut dalam Undang-undang ini, meskipun hasil korupsi telah dikembalikan
kepada negara, pelaku tindak pidana korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan
tetap dipidana.
Perkembangan baru yang diatur dalam Undang-undang
ini adalah korporasi sebagai subyek tindak pidana korupsi yang dapat dikenakan
sanksi. Hal ini tidak diatur dalam
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971. Dalam rangka mencapai tujuan yang
lebih efektif untuk mencegah dan memberantas
tindak pidana korupsi, Undang-undang ini memuat
ketentuan pidana yang berbeda dengan Undang-undang sebelumnya, yaitu menentukan
ancaman pidana minimum khusus, pidana denda yang lebih tinggi, dan ancaman
pidana mati yang merupakan pemberatan pidana. Selain itu Undang-undang ini
memuat juga pidana penjara bagi pelaku tindak pidana korupsi
yang tidak dapat membayar pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian
negara.
Undang-undang ini juga memperluas pengertian
Pegawai Negeri, yang antara lain adalah orang yang menerima gaji atau upah dari
korporasi yang mempergunakan modal atau fasilitas dari Negara atau masyarakat.
Yang dimaksud dengan fasilitas adalah perlakuan istimewa yang diberikan dalam
berbagai bentuk, misalnya bunga pinjaman yang tidak wajar, harga yang tidak wajar,pemberian izin
yang eksklusif, termasuk keringanan bea masuk atau pajak yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Hal baru lainnya adalah dalam hal terjadi tindak
pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, maka tim gabungan yang dikoordinasikan
oleh Jaksa Agung, sedangkan proses penyidikan dan penuntutan dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan
dalam rangka meningkatkan efisiensi waktu penanganan tindak pidana korupsi dan
sekaligus perlindungan hak asasimanusia dari tersangka atau terdakwa.
Untuk memperlancar proses penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan tindak pidana korupsi, Undang-undang ini mengatur kewenangan
penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat penanganan perkara
untuk dapat langsung meminta keterangan tentang keadaan keuangan tersangka atau
terdakwa kepada bank dengan mengajukan hal tersebut kepada Gubernur Bank
Indonesia.
Di samping itu Undang-undang ini juga menerapkan
pembuktian terbalik yang bersifat terbatas atau berimbang, yakni terdakwa
mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi
dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda
istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga
mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan, dan penuntut umum tetap
berkewajiban membuktikan dakwaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar